Mantan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Buka Suara soal Sertifikat Area Pagar Laut 30 Km di Tangerang
Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Marsekal TNI (purn) Hadi Tjahjanto, akhirnya bersuara tentang penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang terkait dengan pagar laut sepanjang 30 kilometer di Tangerang.
Kehadiran pagar laut ini menimbulkan kontroversi karena sertifikat yang dikeluarkan mencakup wilayah perairan yang seharusnya menjadi wilayah negara.
Dalam keterangannya, Hadi Tjahjanto mengaku baru menyadari perihal hal ini setelah berita viral di media sosial.
"Saya baru mengetahui berita ini dan mengikuti perkembangan yang kemudian melalui media itu," urai Hadi ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (21/1/2025).
Meskipun begitu, Hadi tidak banyak berkomentar tentang polemik pagar laut di daerah perairan Kabupaten Tangerang dan juga tentang penerbitan dokumen sertifikat atas aset tersebut.
Dia justru meminta semua pihak untuk menghargai upaya Kementerian ATR/BPN untuk memastikan keabsahan dokumen tersebut.
“Saya berpikir bahwa kita harus menghormati langkah-langkah yang sedang diambil oleh Kementerian ATR/BPN dalam rangka memberikan klarifikasi,” ujar Hadi.
Berdasarkan informasi yang diterima Hadi, Kementerian ATR/BPN saat ini sedang menelusuri kemungkinan kecocokan prosedur dalam pengeluaran tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
“Salah satunya, dia akan melakukan survei ke kantor pertanahan setempat, apakah prosedur penerbitan hak yang dilakukan oleh kantor pertanahan sudah selaras dengan ketentuan atau tidak,” pungkasnya.

Area Pagar Laut Mempelihara Selam Peternakan dan Gudang Badan
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid telah mengkonfirmasi bahwa area pagar laut di Tangerang, Banten, telah mendapatkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) serta sertifikat hak milik (SHM).
Hal ini merespons penelusuran warganet di aplikasi BPN/BHUMI yang menemukan bahwa kawasan sekitar pagar laut Tangerang ternyata sudah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
"Kita mengakui atau kita membenarkan ada sertifikat yang menebar luas di sekitar barisan pagar laut layaknya apa yang muncul di banyak media sosial," ujar Nusron, sebagaimana dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Senin (20/1/2025).
Menurutnya, sertifikat HGB antara lain berjumlah 263 bidang.
Selain HGB, terdapat pula SHMK sebanyak 17 bidang.
Meskipun demikian, menurutnya SHM dan SHGB tersebut diterbitkan pada tahun tersebut.
Nusron kemudian membuatdaftar pemilikan HGB di Pagar Laut di Kota Tangerang.
Sertifikat HGB terkait pagar laut itu meliputi 263 bidang yang dikuasai beberapa perusahaan.
Beberapa dari mereka adalah: PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa (CISN) sebanyak 20 bidang, dan Perorangan sebanyak 9 bidang.
Keexceptilah, diketahui juga pembagian SHM di daerah pagar laut Tangerang yang mencakup 17 bidang.
Tapi, Nusron tidak menyebutkan siapa pengusaha di setiap perusahaan di atas.
"Jika saudara-saudara ingin tahu siapa pemilik PT tersebut, silakan kunjungi Administrasi Hukum Umum (AHU), untuk mencari informasi di dokumen akta," ujar dia.
PT CISN sendiri merupakan badan hukum anak usaha dari pengembang PIK 2, yaitu PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI), yang dimiliki oleh konglomerat Sugianto Kusuma atau Aguan yang memilki Agung Sedayu Group.
Mengacu laporan keuangan PANI periode Kuartal III/2024, tercatat bahwa PANI memiliki 88.500 lembar saham, atau sebanyak 99,33 persen saham di PT Cisneros Internasional Sekuritas Nasional (PAN INvestasari Berinvestasi).
Kemudian Perusahaan Terbatas Intan Agung Makmur juga diketahui memiliki hubungan kemitraan dengan Grup Agung Sedayu.
Dengan demikian, jawabannya benar bahwa Agung Sedayu Group terlibat dalam polemik pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang tersebut.
Tetapi hingga saat ini, Bos Sugianto Kusuma atau Aguan, masih belum memberikan klarifikasi.

Pagar Laut ilegal dan Struktur Hambatan Gelombang (SHM)
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto telah meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk menyelidiki secara menyeluruh pagar laut sepanjang 30 km di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Pertemuan ini berlangsung di Jakarta Pusat, di sekitar istana Kepresidenan, Senin (20/1/2025).
"Tadi arahan Bapak Presiden satu, klarifikasi sampai tuntas secara hukum sehingga kita harus benar adanya koridor hukumnya. Apabila tidak ada (lampiran) itu maka harus menjadi milik negara, nah kasusnya seperti itu," ujar TREnggono setelah bertemu dengan Prabowo.
Prabowo juga mengarahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melepas pagar laut.
Karena khawatirkan, adanya gugatan jika pencabutan dilakukan oleh KKP saja.
Dengan demikian, KKP akan bekerja sama dengan TNI AL, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, hingga Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
Rencananya, pembongkaran akan dimulai pada Rabu pekan ini setelah pihaknya mengumpulkan bukti-bukti.
"Ini menurut instruksi presiden bro, sesuai perimeter hukum-nya. Dan kemudian saya sampaikan di sini, Rabu kita akan bersama-sama dengan semua pihak, dan di saat itu kita akan membongkar," ucap dia.
Saat ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan jajarannya terkait pengangunan pagar laut.
Setelah dipanggil Presiden ke Istana hari ini, Prabowo akan kembali berkoordinasi dengan KSAL.
"Kalau kita sudah putuskan nanti pada hari Rabu, kita akan berkumpul. Jadi tidak hanya TNI Angkatan Laut, tapi juga Bakamla kita ikutkan, Baharkam kita," katanya.
Pada lanjutan penjelasannya, Trenggono menambahkan, pembongkaran dilakukan lantaran pagar laut di sana itu tidak memiliki izin yang sesuai kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), menurut ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Peraturan Cipta Kerja.
Dengan begitu, sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) secara otomatis tidak lagi berlaku keberinae alias ilegal.
Menurut Trenggono, surat bukti ini hanya berlaku untuk lahan yang sudah menjadi daratan.
"Pasti ilegal, karena sudah dinyatakan yang ada di bawah air itu sudah hilang dengan sendirinya, tidak dapat. Jadi kalau itu tiba-tiba ada, kan tidak persoalan, kan begitu," jelas Trenggono.
Posting Komentar