ZMedia Purwodadi

Fikri Jufri dan Terbongkarnya Skandal Utang Pertamina

Table of Contents

pada masa keemasan Orde Baru adalah raksasa yang menyilaukan mata. Direktur Pertamina Ibnu Sutowo bahkan dijuluki "The Second Most Powerful Man in Indonesia", tepat setelah sang pembesar, Presiden Soeharto.

Hari itu, di pengujung November 1975, Fikri Jufri, mendapat kabar mengagetkan. Ibnu Sutowo dan lima direktur Pertamina lain diberhentikan. Mendengar hal itu, insting jurnalis Fikri Jufri langsung bekerja.

Keesokan harinya, Fikri Jufri mendatangi kantor hingga kediaman Menteri Pertambangan M. Sadli untuk mengorek informasi soal skandal di Pertamina. Setelah berhasil mendapatkan apa yang ia perlukan, Fikri Jufri beranjak ke narasumber utamanya, Ibnu Sutowo.

Yang jadi masalah, Ibnu Sutowo dikenal tidak mudah ditemui. Dia berterus-terang mengaku tidak suka berbicara kepada jurnalis. Meski begitu, Fikri Jufri pantang menyerah dan terus melaju.

Cepat-cepat ia mendatangi Ibnu Sutowo di kantornya, markas Pertamina, Jalan Perwira, Jakarta Pusat. Dengan mengandalkan kedekatannya dengan Marah Junus, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Pertamina, Fikri Jufri berhasil mendapatkan dua jam penuh wawancara dengan Ibnu Sutowo.

Fikri Jufri dan W.Z. Fadil di ruang kerjanya.

Dalam wawancara itu, Ibnu mengakui telah salah kalkulasi. Akibat mengandalkan komitmen dana pinjaman jangka panjang US$ 1,7 miliar dari Timur Tengah, Pertamina berani menggunakan pinjaman jangka pendek untuk membiayai proyek-proyek mercusuar.

"Ibnu Sutowo bilang uang dari Timur Tengah itu ternyata fatamorgana," kata Fikri Jufri mengenang wawancara itu.

tentang krisis utang Pertamina menggemparkan banyak orang. Khalayak tak menyangka perusahaan sebesar Pertamina ternyata terbelit pinjaman sampai lebih dari US$ 10,5 miliar.

Ibnu Sutowo lalu dicopot dari jabatannya. Piet Haryono diangkat sebagai Direktur Utama Pertamina yang baru. Meski kariernya berakhir tragis, hubungan Ibnu Sutowo dan Fikri Jufri tetap baik.

Liputan skandal utang Pertamina saat itu boleh dikata salah satu tonggak investigasi di era awal Tempo. Berkat lobi rapat yang dilakukan dengan narasumber.

Posting Komentar

-->