Terdakwa Kasus Judi Diintimidasi untuk Sebut Nama Budi Arie

Pengakuan Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony tentang Tekanan Selama Proses Hukum
Zulkarnaen Apriliantony, atau yang akrab disapa Tony, mengungkapkan bahwa dirinya mengalami tekanan berat selama menjalani proses hukum terkait kasus beking situs judi online. Hal ini disampaikannya dalam nota pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025). Ia menyatakan bahwa tekanan tersebut berasal dari pihak penyidik dan kuasa hukum sebelumnya yang mencoba mengintimidasi agar memberikan kesaksian tidak benar.
“Pengacara saya yang lama dan penyidik berusaha mengintimidasi saya untuk bersaksi bohong, guna menjerat saudara Budi Arie,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa ancaman juga diberikan terhadap istrinya, Adriana Angela Brigita, yang kini menjadi terdakwa dalam klaster Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Mereka mengancam bahwa jika saya tidak mematuhi, istri saya akan dikriminalisasi,” tambahnya. Meskipun demikian, Zulkarnaen tetap memilih untuk jujur dan menolak permintaan tersebut karena ingin memperbaiki kesalahannya melalui proses hukum yang benar.
Tekanan yang dialaminya membuat Zulkarnaen merasa dalam posisi sulit, namun ia tetap berusaha untuk tidak memenuhi permintaan tersebut. Ia juga menyampaikan bahwa dugaan intimidasi tersebut telah dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk ditindaklanjuti secara internal.
Selain itu, Zulkarnaen mengeluhkan kondisi kesehatannya yang menurun selama masa penahanan. Ia menyebut memiliki penyakit yang membutuhkan perawatan medis intensif, dan khawatir penanganan di dalam penjara tidak memadai. “Saya ada penyakit dan memang mesti ada perawatan intensif di rumah sakit. Jika saya di penjara, saya takut perawatan saya tidak akan memadai,” ujarnya.
Bantahan Budi Arie Setiadi
Sebelumnya, Budi Arie Setiadi, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), membantah dirinya terlibat dalam praktik perlindungan situs judi online. Menurut dia, ada tiga poin penting yang dapat membuktikan bahwa ia sama sekali tidak terlibat dalam perlindungan situs judi online seperti narasi yang beredar.
“Intinya, pertama mereka (para tersangka) tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum,” ujar Budi Arie. Ia menegaskan bahwa isu tersebut hanya omongan para tersangka yang ingin menjual nama menteri agar jualannya laku.
Kedua, Budi Arie tidak tahu menahu praktik jahat yang dilakukan mantan anak buahnya. Ia baru mengetahui setelah kasus itu diselidiki kepolisian dan terungkap ke masyarakat. Selain itu, tidak ada arahan apa pun dari Budi Arie selaku Menkominfo kepada para tersangka untuk melindungi situs judo tertentu.
“Ketiga, tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan,” ujarnya. Budi Arie berharap publik dapat melihat kasus ini secara jernih agar tidak larut di dalam narasi jahat terhadap dirinya. Ia juga berharap penegak hukum bekerja dengan lurus dan profesional sehingga mampu menuntaskan perkara itu.
“Justru ketika itu saya malah menggencarkan pemberantasan situs judo. Boleh dicek jejak digitalnya,” lanjut dia.
Penuntutan Jaksa atas Zulkarnaen Apriliantony
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut Zulkarnaen Apriliantony dengan pidana penjara selama sembilan tahun. Pasalnya, ia dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat unsur perjudian.
Hal ini merujuk pada Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony selama sembilan tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (23/7/2025).
Adapun hal yang memberatkan Zulkarnaen Apriliantony adalah bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan judi online. Sehingga, selain dituntut sembilan tahun penjara, ia juga dituntut untuk membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider kurungan penjara selama tiga bulan.
Zulkarnaen Apriliantony juga dinilai berbelit-belit selama persidangan berlangsung. Ia juga dianggap telah menikmati hasil beking situs judo agar tidak terblokir.
Struktur Kasus Judi Online di Kominfo
Setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judo agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judo. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judo.
Posting Komentar